Dua bulan terakhir, aku
semakin sering menggulung laman Twitter.
Mulai dari cuitan penuh makna sampai yang sampah pun kubaca. Suatu hari ada
satu utas yang cukup menarik mata. Katanya, Deddy Corbuzier dan Young Lex
membentuk sekutu pikiran bahwa Corona hanyalah konspirasi belaka. Perbincangan
keduanya membahas soal virus yang sedang hype
ini disiarkan di kanal Youtube milik pesulap kondang yang punya 8,7 juta pelanggan. Aku cepat-cepat membuka videonya
karena penasaran. Setelah kubuka, aku tersanjung, di siaran Youtubenya aku
disapa “smart people”. Tak hanya itu,
tiga puluh menitku sungguh penuh manfaat menemukan fakta bahwa Covid-19 adalah
percobaan laboratorium yang dibuat dengan sengaja untuk menghancurkan umat
manusia. Tak kalah berfaedahnya, aku pun jadi tahu bahwa Young Lex adalah salah
satu penganut bumi datar. Secara pribadi aku tidak percaya pada teori
konspirasi tapi doyan padanya sebab rasanya seperti mencium aroma tengik kuku
kaki sendiri, bau tetapi adiktif.
Terima kasih, Deddy Corbuzier! |
Tetiba ingatanku
kembali ke lima belas tahun silam. Kala itu belum ada Twitter. Yang ada adalah
Friendster, sebuah panggung mengumbar profil diri dan swafoto yang disertai
dekorasi penuh glitter. Pengetahuan
baru nan menarik seperti tentang Corbuzier dan Lex “Muda” sepertinya tak pernah
terpampang di laman Friendster. Di waktu itu, salah satu sumber informasi
tentang pengetahuan yang kumiliki adalah guruku, tak terkecuali ilmu mengenai
bantahan teori evolusi. Suatu siang, di sebuah kelas pelajaran agama, guruku
menyetelkan DVD karya Harun Yahya. Dari video tersebut, otakku menyimpan memori
dan bahkan mengimani bahwa teori evolusi hanyalah teori bodong yang dibuat
Charles Darwin selama berlayar dengan Kapal Beagle di tahun 1831. Harun Yahya
melalui videonya berhasil meyakinkanku yang kala itu berusia sebelas tahun,
bahwa teori evolusi ini sesat dan menjauhkan manusia dari Tuhan serta agama. Yang
pasti, kupikir Harun Yahya ini pintar sekali karena mematahkan teori Darwin
yang di masa itu tak lagi ingin kupelajari.
Harun Yahya & karyanya yang banyak, sungguh produktif,ya? |
Belasan tahun sejak
video bantahan teori evolusi kutonton telah berlalu, Harun Yahya yang punya
nama asli Adnan Toktay diberitakan ditangkap polisi dengan dakwaan melakukan
berbagai tindak pidana kriminal. Aku terkikik mengingat bahwa aku adalah salah
satu yang mengamini teorinya. Kalau diingat-ingat lagi, efek dari transfer
pengetahuan dari Adnan Toktay ini sebenarnya berkepanjangan. Di bangku sekolah
menengah, aku masuk ke pelatihan olimpiade biologi namun selalu menjadi
pecundang sebab soal-soal tentang teori evolusi tak pernah kujawab dengan
benar. Rasanya otak tak pernah bisa mencerna dasar penemuan teori evolusi
Darwin tentang burung finch di Kepulauan Galapagos yang memiliki ukuran paruh
berbeda-beda akibat dari penyesuaian diri terhadap kompetisi pencarian makanan.
Yang terpatri di dalam kepalaku adalah teori evolusi Darwin itu menganggap
manusia berasal dari kera dan itu sesat, titik. Di masa itu tak pernah muncul
hasrat untuk membaca “The Origin of Species” karya Darwin dan menelusuri lebih
jauh tentang kebenarannya. Sungguh, kala itu aku terlalu takut menjauh dari
agama.
Kembali soal Corona,
beberapa jajaran menteri di
Indonesia pun di bulan Februari menyangkal bahwa virus itu tak akan masuk ke
negeri kita. Katanya karena Indonesia negara yang tropis dan panas. Ada yang
mengatakan tidak akan masuk sebab perijinannya berbelit-belit dan lama. Di kala
negara-negara lain mulai menutup penerbangan, tiket-tiket pesawat malah diberi
diskon lewat subsidi pemerintah supaya turis-turis tetap berdatangan dan
pemasukan negara lewat sektor pariwisata berjalan lancar. Temanku yang konon
merupakan anak jajaran petinggi di
pemerintahan pun mengamini. “Tenang aja, kata papaku
virusnya gak akan masuk Indonesia.
Percaya deh,” ujarnya di tengah-tengah perbincangan kami membodoh-bodohi
pemerintah khas anak muda. “Sampah,”pikirku dalam hati sambil membayangkan
wajah virus-virus yang terlihat bosan saat menunggu petugas kelurahan mengetik
surat pengantar ke kantor kecamatan dengan kecepatan sepuluh karakter per menit.
Dua minggu setelah
berbagai sangkalan soal Corona di Indonesia diutarakan salah satunya oleh
Menteri Kesehatan, kasus pertama mengenai penderita Covid-19 akhirnya diberitakan.
Aku kembali tergelitik mengingat pernyataan-pernyataan lelucon para pejabat
itu. Akan tetapi, tak lagi adil berpikir bahwa itu adalah lelucon karena ini
benar-benar jahat. Kalau saja sang menteri tidak mengelak, bisa jadi orang-orang tak perlu
banyak kehilangan pekerjaan ataupun bersedih kehilangan keluarga dan sanak
saudara. Efeknya kini sudah kemana-mana. Korban bergelimpangan, tak hanya
korban nyawa tetapi juga korban efek pada perekonomian. Banyak orang patah hati
dan mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah yang dianggap tak sigap
dalam melindungi rakyat.
Sepertinya otak manusia
akan bekerja dengan istimewa ketika berhadapan dengan fakta yang kompleks dan
sulit diterima. Jalan keluarnya ada banyak. Namun dari cerita-cerita di atas setidaknya ada tiga yang bisa terwakilkan. Pertama, beberapa orang memilih
untuk mempercayai cerita alternatif yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami
oleh otak, seperti teori konspirasi yang ditawarkan oleh Corbuzier di kanal
Youtubenya bersama Young Lex. Kedua, beberapa orang lainnya mencari jalan
keluar dengan ignorance dan berhenti mencari kebenaran karena takut
melawan agama, seperti aku. Ketiga, kelompok orang ini akan mengelak fakta untuk menjaga ketentraman jiwa, seperti
yang dilakukan oleh Bapak Terawan, sang Menteri Kesehatan. Tampaknya, ketiganya bukanlah jalan keluar yang sepertinya ideal untuk dipilih karena menyisakan kemampuan random access memory (RAM) otak manusia untuk berlogika lebih jauh–kapasitas RAM otak reptil sepertinya cukup jika hanya dipakai di batas ini.
Kalau saja yang punya
kebiasaan menghadapi fakta kompleks dengan tiga jalan keluar tadi hanyalah
Young Lex ataupun aku yang lomba biologi tingkat kecamatan pun tak pernah menang,
efeknya tak akan berkepanjangan. Masalahnya, bagaimana kalau pemangku kebijakan
juga punya kebiasaan demikian?
(ditulis 10 Mei 2020 sebagai homeartxercise)