Seri Cerita Kuliah Sarjana: Masuk UGM

By Nela Navida - March 28, 2018

Setelah melewati perkuliahan selama 3 tahun 8 bulan 14 hari beserta 6 bulan masa cuti, akhirnya saya sudah berhak mendapatkan gelar sarjana dan telah diresmikan kesarjanaannya melalui wisuda pada satu bulan silam. Sebagai selebrasi atas diri saya sendiri, saya ingin menuliskan cerita pendek semasa kuliah sarjana kira-kira empat seri. Pertama, cerita kenapa masuk kampus UGM dan jurusan ilmu ekonomi yang akan disertai cerita awal menjadi mahasiswa baru. Kedua, saya akan memberikan cerita semasa kuliah dan kegiatan-kegiatan apa saja yang saya ikuti. Ketiga, cerita tentang masa pertukaran mahasiswa saya di Austria. Terakhir, saya akan menceritakan tentang dunia mahasiswa tingkat akhir yang tidak lepas dari kisah mengenai pengerjaan tugas akhir a.k.a skripsi. 



Mari berlanjut langsung ke cerita seri pertama.

------

Semasa kelas 3 SMA, saya belum berpikir panjang serta realistis mengenai jurusan apa yang saya akan ambil di dunia selanjutnya (baca: kuliah). Karena saya dulunya anak yang mendalami biologi dan kerap menjadi tutor abal-abal pelajaran tersebut, tersiratlah keinginan untuk mengambil kedokteran sebagai jurusan yang akan saya tempuh. Layaknya anak IPA pada umumnya yang bercita-cita sebagai dokter, saya berusaha untuk mencapai (imaginary)* passing grade dari jurusan kedokteran di berbagai universitas. 

Sampai pada titik ketika saya diterima sebagai mahasiswa baru jurusan kedokteran umum di salah satu universitas negeri di Jakarta, saya justru merasa tidak sreg. Atas beberapa pertimbangan, saya akhirnya malah melepas keinginan saya untuk masuk ke jurusan idaman (sebagian) orangtua. Saya menyerah untuk menjadi dokter bukan hanya masa studinya yang panjang dan biayanya yang besar namun juga karena ternyata saya gak pengen-pengen amat jadi dokter. Setelah diitung-itung return on invesmentnya pun tidak terlalu tinggi *siapsiapdipukulinmassa*. Sebagai anak SMA kelas tiga tuntutan-tuntutan untuk belajar UAS, ujian praktik, UN, SBMPTN juga membuat saya tidak sempat mengeksplor lebih lanjut apa yang saya inginkan dan apa yang saya sukai sehingga keputusan untuk mengambil kedokteran pun merupakan keputusan gagap saja.

Singkat cerita, saya pun akhirnya mengambil gap year** untuk memikirkan jurusan apa yang benar-benar ingin saya dalami sepanjang hidup saya. Sejak awal saya sudah terpikirkan untuk mengambil gap year tetapi orangtua tidak pernah setuju dengan keputusan ini. Mungkin mereka malu kalau anaknya tidak langsung kuliah, padahal kalau saya mah biasa saja. Sepanjang satu tahun tersebut, selain memperdalam kalkulus (jangan tanya kenapa) dan Bahasa Inggris serta ikut-ikut kursus online, saya juga memikirkan jurusan yang ingin saya tempuh di perkuliahan. Akhirnya, tibalah keputusan saya untuk mengambil ilmu ekonomi sebab saya ingin ilmu sosial tapi yang masih mengandung unsur scientific. Soal universitasnya, sebenarnya saya ingin sekali masuk ke UI, tapi entah kenapa saya waktu itu milihnya malah UGM. Mungkinkah itu petunjuk khusus dari Illahi? Entahlah hamba pun tak tahu menahu.

Alhamdulillah, atas ijin Yang Maha Kuasa, tidak ada kesulitan berarti dalam proses menyelesaikan soal-soal SBMPTN dan akhirnya saya diterima di jurusan yang saya inginkan tersebut. Hamba senang dan agak tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang akan kulalui setelahnya. Mengetahui hal tersebut, saya langsung mempersiapkan rencana-rencana selama berkuliah empat tahun. Mengambil gap year menyadarkan saya bahwa membuat planning yang jelas akan membantu kita menyusun jalan kehidupan yang diinginkan. Saya merencanakan hal-hal yang ingin saya lakukan selama empat tahun, kira-kira listnya adalah saya ingin ikut AIESEC, ikut Model United Nations (MUN), ikut jadi redaksi di salah satu pers mahasiswa, ikut summer school, ikut lomba-lomba, dan ikut exchange student, serta ikut klub teater. Pada titik ini, hampir semua listnya akhirnya bisa terwujud kecuali ikut klub teater karena tidak mendapat restu dari orangtua. Padahal saya punya mimpi bisa bersajak dan berpuisi sambil diiringi alunan musik ataupun main drama tampil di Taman Budaya Yogyakarta. Asik to? Oh sama sebenernya saya pengen jadi penyiar radio juga. Hahaha. Mari diwujudkan pada suatu saat nanti.

Saya jadi teringat ketika diundang menjadi salah satu pengisi materi (ecie gaya bets) di acara SIMFONI, kegiatan orientasi mahasiswa baru FEB UGM, ada sebuah pertanyaan mengenai bagaimana cara menyesuaikan waktu untuk ikut berbagai kegiatan. Setelah direnungkan kembali, memang sebenarnya waktu 24 jam itu cukup buat kita kuliah beserta ikut kegiatan-kegiatan ekskulnya. Jangan kebanyakan mikir nanti kapan tidurnya dan lain-lain karena sesungguhnya semua itu bisa disesuaikan. Kalau bisa kembali ke masa kuliah, I wish I didn't think too much about my ability in managing time so probably I could be a radio announcer and theater club member. Menggunakan waktu seefektif mungkin adalah solusi dari keterbatasan waktu yang seharinya hanya 1440 menit.

Oke, sekarang kita masuk ke agenda terakhir dari postingan ini yakni membahas mengenai perkuliahan di jurusan Ilmu Ekonomi. Kuliah di jurusan ini rasanya nano-nano. Akan tetapi, saya tidak pernah memikirkan penyesalan atas memilih jurusan ini justru sangat bersyukur bisa dipertemukan. Kenapa? Karena jurusan ini banyak memberikan tools untuk menjelaskan fenomena-fenomena sosial di sekitar kita. Banyak yang mengatakan kalau jurusan ini terlalu banyak teori. Tidak bisa dikatakan salah, karena toh teori juga berasal dari fakta-fakta yang ada yang sudah dibuktikan secara scientific. Kelas-kelas yang ditawarkan juga banyak yang menarik bagiku: ekonomi mikro, makro, publik, moneter, eksperimen, game theory, ekonometrika dan makanan-makanan sejenisnya. Sekilas terlihat ribet tetapi sesungguhnya kalau dipelajari dengan hati dan logika yang sehat, kita akan bisa melihat banyak fenomena-fenomena ekonomi dan sosial yang dijelaskan dengan framework yang logis dan (relatively) scientific. Kalau digunakan dengan baik, sebenarnya bisa lebih peka, dan membuat kita bisa memikirkan solusi-solusi atas isu yang ada.

The curious task of economics is to demonstrate to men how little they really know about what they imagine they can design - Friedrich August Hayek
Human well-being is not a random phenomenon. It depends on many factors - ranging from genetics and neurobiology to sociology and economics. But, clearly, there are scientific truths to be known about how we can flourish in this world. Wherever we can have an impact on well-being of others, questions of morality apply - Sam Harris

Cukup sekian cerita di seri ini. See ya!
* karena sesungguhnya tidak ada passing grade di dalam pergulatan SBMPTN
** mengambil satu tahun kosong sebelum akhirnya melanjutkan ke pendidikan selanjutnya

  • Share:

You Might Also Like

3 comments

  1. Seru bisa foto wisuda di Balairung.

    Numpang info, untuk yg cari FK di Surabaya:
    https://idebeasiswa.com/1494/fk-universitas-ciputra-sby/

    ReplyDelete
  2. Terimakasih ceritanya, aku akan berusaha lagi buat belajar utbk dan memahami Materi UTBK dengan baik.

    ReplyDelete