Otak Manusia, RAM Reptil

By Nela Navida - June 06, 2020


Dua bulan terakhir, aku semakin sering menggulung laman Twitter. Mulai dari cuitan penuh makna sampai yang sampah pun kubaca. Suatu hari ada satu utas yang cukup menarik mata. Katanya, Deddy Corbuzier dan Young Lex membentuk sekutu pikiran bahwa Corona hanyalah konspirasi belaka. Perbincangan keduanya membahas soal virus yang sedang hype ini disiarkan di kanal Youtube milik pesulap kondang yang punya 8,7 juta pelanggan. Aku cepat-cepat membuka videonya karena penasaran. Setelah kubuka, aku tersanjung, di siaran Youtubenya aku disapa “smart people”. Tak hanya itu, tiga puluh menitku sungguh penuh manfaat menemukan fakta bahwa Covid-19 adalah percobaan laboratorium yang dibuat dengan sengaja untuk menghancurkan umat manusia. Tak kalah berfaedahnya, aku pun jadi tahu bahwa Young Lex adalah salah satu penganut bumi datar. Secara pribadi aku tidak percaya pada teori konspirasi tapi doyan padanya sebab rasanya seperti mencium aroma tengik kuku kaki sendiri, bau tetapi adiktif.

Smart people degree memes | quickmeme
Terima kasih, Deddy Corbuzier!

Tetiba ingatanku kembali ke lima belas tahun silam. Kala itu belum ada Twitter. Yang ada adalah Friendster, sebuah panggung mengumbar profil diri dan swafoto yang disertai dekorasi penuh glitter. Pengetahuan baru nan menarik seperti tentang Corbuzier dan Lex “Muda” sepertinya tak pernah terpampang di laman Friendster. Di waktu itu, salah satu sumber informasi tentang pengetahuan yang kumiliki adalah guruku, tak terkecuali ilmu mengenai bantahan teori evolusi. Suatu siang, di sebuah kelas pelajaran agama, guruku menyetelkan DVD karya Harun Yahya. Dari video tersebut, otakku menyimpan memori dan bahkan mengimani bahwa teori evolusi hanyalah teori bodong yang dibuat Charles Darwin selama berlayar dengan Kapal Beagle di tahun 1831. Harun Yahya melalui videonya berhasil meyakinkanku yang kala itu berusia sebelas tahun, bahwa teori evolusi ini sesat dan menjauhkan manusia dari Tuhan serta agama. Yang pasti, kupikir Harun Yahya ini pintar sekali karena mematahkan teori Darwin yang di masa itu tak lagi ingin kupelajari.

Mengenal Harun Yahya, Penulis Kontroversial Turki
Harun Yahya & karyanya yang banyak, sungguh produktif,ya?

Belasan tahun sejak video bantahan teori evolusi kutonton telah berlalu, Harun Yahya yang punya nama asli Adnan Toktay diberitakan ditangkap polisi dengan dakwaan melakukan berbagai tindak pidana kriminal. Aku terkikik mengingat bahwa aku adalah salah satu yang mengamini teorinya. Kalau diingat-ingat lagi, efek dari transfer pengetahuan dari Adnan Toktay ini sebenarnya berkepanjangan. Di bangku sekolah menengah, aku masuk ke pelatihan olimpiade biologi namun selalu menjadi pecundang sebab soal-soal tentang teori evolusi tak pernah kujawab dengan benar. Rasanya otak tak pernah bisa mencerna dasar penemuan teori evolusi Darwin tentang burung finch di Kepulauan Galapagos yang memiliki ukuran paruh berbeda-beda akibat dari penyesuaian diri terhadap kompetisi pencarian makanan. Yang terpatri di dalam kepalaku adalah teori evolusi Darwin itu menganggap manusia berasal dari kera dan itu sesat, titik. Di masa itu tak pernah muncul hasrat untuk membaca “The Origin of Species” karya Darwin dan menelusuri lebih jauh tentang kebenarannya. Sungguh, kala itu aku terlalu takut menjauh dari agama.

Kembali soal Corona, beberapa jajaran menteri di Indonesia pun di bulan Februari menyangkal bahwa virus itu tak akan masuk ke negeri kita. Katanya karena Indonesia negara yang tropis dan panas. Ada yang mengatakan tidak akan masuk sebab perijinannya berbelit-belit dan lama. Di kala negara-negara lain mulai menutup penerbangan, tiket-tiket pesawat malah diberi diskon lewat subsidi pemerintah supaya turis-turis tetap berdatangan dan pemasukan negara lewat sektor pariwisata berjalan lancar. Temanku yang konon merupakan anak jajaran petinggi  di pemerintahan pun mengamini. “Tenang aja, kata papaku virusnya gak akan masuk Indonesia. Percaya deh,” ujarnya di tengah-tengah perbincangan kami membodoh-bodohi pemerintah khas anak muda. “Sampah,”pikirku dalam hati sambil membayangkan wajah virus-virus yang terlihat bosan saat menunggu petugas kelurahan mengetik surat pengantar ke kantor kecamatan dengan kecepatan sepuluh karakter per menit.

Dua minggu setelah berbagai sangkalan soal Corona di Indonesia diutarakan salah satunya oleh Menteri Kesehatan, kasus pertama mengenai penderita Covid-19 akhirnya diberitakan. Aku kembali tergelitik mengingat pernyataan-pernyataan lelucon para pejabat itu. Akan tetapi, tak lagi adil berpikir bahwa itu adalah lelucon karena ini benar-benar jahat. Kalau saja sang menteri tidak mengelak, bisa jadi orang-orang tak perlu banyak kehilangan pekerjaan ataupun bersedih kehilangan keluarga dan sanak saudara. Efeknya kini sudah kemana-mana. Korban bergelimpangan, tak hanya korban nyawa tetapi juga korban efek pada perekonomian. Banyak orang patah hati dan mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah yang dianggap tak sigap dalam melindungi rakyat.

Sepertinya otak manusia akan bekerja dengan istimewa ketika berhadapan dengan fakta yang kompleks dan sulit diterima. Jalan keluarnya ada banyak. Namun dari cerita-cerita di atas setidaknya ada tiga yang bisa terwakilkan. Pertama, beberapa orang memilih untuk mempercayai cerita alternatif yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami oleh otak, seperti teori konspirasi yang ditawarkan oleh Corbuzier di kanal Youtubenya bersama Young Lex. Kedua, beberapa orang lainnya mencari jalan keluar dengan ignorance dan berhenti mencari kebenaran karena takut melawan agama, seperti aku. Ketiga, kelompok orang ini akan mengelak fakta untuk menjaga ketentraman jiwa, seperti yang dilakukan oleh Bapak Terawan, sang Menteri Kesehatan. Tampaknya, ketiganya bukanlah jalan keluar yang sepertinya ideal untuk dipilih karena menyisakan kemampuan random access memory (RAM) otak manusia untuk berlogika lebih jauhkapasitas RAM otak reptil sepertinya cukup jika hanya dipakai di batas ini. 

Kalau saja yang punya kebiasaan menghadapi fakta kompleks dengan tiga jalan keluar tadi hanyalah Young Lex ataupun aku yang lomba biologi tingkat kecamatan pun tak pernah menang, efeknya tak akan berkepanjangan. Masalahnya, bagaimana kalau pemangku kebijakan juga punya kebiasaan demikian?



(ditulis 10 Mei 2020 sebagai homeartxercise) 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments