Bukan Perjalanan Kalau Tanpa Cerita (Turkiye Story : DeparturePart)
By Nela Navida - March 11, 2014
Sebut saja perjalanan ini sebagai jalan menuju gerbang melepas penat. Melakukan hal yang tidak biasa dilakukan di negeri asal, menapaki jalanan pada tanah yang bukan biasanya diinjak di negeri asal.
Menggendong sebuah tas yang ketika ditimbang menunjukkan angka 11,6 kg cukup membuat tersiksa dalam perjalananku kali ini. Membawa barang yang bukan milikku, membuatku cukup mirip untuk disebut kurir. Bedanya bukan lagi interlokal, tapi internasional. Dalam pesawat dari Jakarta menuju Doha tak ada bedanya, orang-orang nya masih sama. Sama-sama berkulit sawo matang, sama-sama bicara bahasa Indonesia. Mungkin yang lain banyak juga yang berwarna kulit lain dan bicara bahasa lain, hanya saja samping tempat duduk saya semuanya orang Indonesia, satunya ikut suaminya, yang satunya lagi bekerja di Swiss. Pikirku mengawang pada kesanku dalam perjalanan ini. Baru di pesawat saja sudah bertemu orang baru, belum lagi kalau sudah transit di Doha dan kalau sudah sampai di Istanbul.
Fasilitas pesawat yang akan membawaku ke Doha dalam waktu kurang lebih 9 jam cukup mampu mengalihkan penat pantat karena duduk terlalu lama. Menonton film, sisanya waktu dihabiskan dengan menikmati makanan yang disajikan dua kali. Sejujurnya, aku jatuh cinta. Pada pesawat yang aku tumpangi kali ini, karena makanannya enak. Perjalanan panjang ini memang sepatutnya dinikmati, bukan dihujat karena terlalu lama buat penat pantat. Dan untuk pernyataanku ini, aku ucap atas dasar alasan yang simpel, tiketnya mahal. Hehehe.
Di jendela sudah tampak kerlap-kerlip lampu kota. Ini tandanya aku sudah akan sampai di kota transit. Tepatnya sampai di bandara Al Qatariyah punya ( القطرية poenya ). Kala itu waktu menunjukkan pukul 5, pramugarinya mengumumkan waktunya GMT+3, suhu udara 16 derajat seperti suhu minimal yang dapat dicapai pengondisi udara (baca: air conditioner). Keluar dari pesawat langsung ada sebuah bus yang akan mengangkut penumpang ke beberapa terminal : terminal kedatangan, terminal transit dan keberangkatan, dan terminal premium. Bukan sotoy, tapi di belakang tiket memang sudah diberitahu infonya. Masing-masing tas kabin biasanya diberi tagline dengan beberapa jenis warna, ada kuning, biru, dan merah maroon.
Di samping saya ada seorang ibu. Berdiri bingung seperti mencari orang untuk diajak bicara. Dan saya mangsanya. Dari cara bicaranya sepertinya ibu itu suka berbicara
"Sendirian aja, Nak?"
"Iya bu, ibu mau kemana?"
"Ke Lahore, Nak."
"Negaranya apa ya itu, Bu?" tanyaku tidak mau berlama-lama penasaran.
"Pakistan."
"Oooh."
Itu adalah percakapan awal kita, hingga akhirnya kita berbincang banyak. Mulai dari bicara soal keperluan ibu yang setelah diidentifikasi bernama ibu Nurul, hingga bicara soal keperluanku pergi ke Turki. Perjalanan dari tempat pesawat mendarat menuju terminal transit and departure memang cukup jauh. Kira-kira lebih dari 5 menit waktu yang dibutuhkan untuk menuju ke tempat destinasi. Di sepanjang perjalanan kami terus mengobrol, saya pun jadi tahu ibunya ke Lahore untuk konferensi teknik xxxx. Kalau saya tidak salah ibunya itu dosen senior atau malah profesor di salah satu universitas di Bandung. Dan sampai akhirnya ibunya yang harusnya turun di terminal arrival kelewatan terminalnya. Aslinya gak sih, ibunya sudah turun tapi disuruh naik lagi sama petugas bandaranya. Ya kesimpulannya sih ibunya bingung turun di mana.
Case pertama, ibunya punya reservasi hotel case dua, ibunya di Doha hanya untuk transit. Jadilah, ibunya bersama saya menuju ke terminal transit and departure. Setelah kami turun dari bus yang mengantar kami menuju ke terminal-terminal tujuan para penumpang, saya melihat tas ibunya terdapat tagline warna biru, yang mana menandakan seharusnya tas kabin dengan tagline warna biru turun di arrival. Karena tak mau meninggalkan ibu Nurul sendirian kebingungan, saya membantu ibu Nurul untuk kembali ke terminal arrival. Dengan muter-muter seluruh bandara mencari petugas yang tau bagaimana cara untuk kembali ke terminal arrival dan menuju ke hotel yang sudah direservasi oleh asisten ibu Nurul. Untung misi ini berjalan dengan lancar, ibu Nurul sudah ada yang mengantarkan ke terminal arrival bersama seorang petugas dari Qatar Airways.
Sebenarnya ada hikmah yang sangat sederhana tetapi berarti dalam cerita saya. Setelah check-in, tolong perhatikan baik-baik bagaimana petunjuknya. Saya yakin, mereka (corperation yang menggeluti bidang penerbangan yang sudah punya level internasional) sudah memberikan informasi yang jelas dan efisien entah di balik tiketnya maupun saat check-in. Ingat ya pesan saya soal itu. Setelah check-in, tolong perhatikan baik-baik bagaimana petunjuknya.
"Sendirian aja, Nak?"
"Iya bu, ibu mau kemana?"
"Ke Lahore, Nak."
"Negaranya apa ya itu, Bu?" tanyaku tidak mau berlama-lama penasaran.
"Pakistan."
"Oooh."
Itu adalah percakapan awal kita, hingga akhirnya kita berbincang banyak. Mulai dari bicara soal keperluan ibu yang setelah diidentifikasi bernama ibu Nurul, hingga bicara soal keperluanku pergi ke Turki. Perjalanan dari tempat pesawat mendarat menuju terminal transit and departure memang cukup jauh. Kira-kira lebih dari 5 menit waktu yang dibutuhkan untuk menuju ke tempat destinasi. Di sepanjang perjalanan kami terus mengobrol, saya pun jadi tahu ibunya ke Lahore untuk konferensi teknik xxxx. Kalau saya tidak salah ibunya itu dosen senior atau malah profesor di salah satu universitas di Bandung. Dan sampai akhirnya ibunya yang harusnya turun di terminal arrival kelewatan terminalnya. Aslinya gak sih, ibunya sudah turun tapi disuruh naik lagi sama petugas bandaranya. Ya kesimpulannya sih ibunya bingung turun di mana.
Case pertama, ibunya punya reservasi hotel case dua, ibunya di Doha hanya untuk transit. Jadilah, ibunya bersama saya menuju ke terminal transit and departure. Setelah kami turun dari bus yang mengantar kami menuju ke terminal-terminal tujuan para penumpang, saya melihat tas ibunya terdapat tagline warna biru, yang mana menandakan seharusnya tas kabin dengan tagline warna biru turun di arrival. Karena tak mau meninggalkan ibu Nurul sendirian kebingungan, saya membantu ibu Nurul untuk kembali ke terminal arrival. Dengan muter-muter seluruh bandara mencari petugas yang tau bagaimana cara untuk kembali ke terminal arrival dan menuju ke hotel yang sudah direservasi oleh asisten ibu Nurul. Untung misi ini berjalan dengan lancar, ibu Nurul sudah ada yang mengantarkan ke terminal arrival bersama seorang petugas dari Qatar Airways.
Sebenarnya ada hikmah yang sangat sederhana tetapi berarti dalam cerita saya. Setelah check-in, tolong perhatikan baik-baik bagaimana petunjuknya. Saya yakin, mereka (corperation yang menggeluti bidang penerbangan yang sudah punya level internasional) sudah memberikan informasi yang jelas dan efisien entah di balik tiketnya maupun saat check-in. Ingat ya pesan saya soal itu. Setelah check-in, tolong perhatikan baik-baik bagaimana petunjuknya.
Suasana bandara transit Doha. Ramai dan heterogen (banyak nasionality) |
meninggalkan Qatar, negri raja minyak. |
0 comments