AIR

By Nela Navida - July 03, 2010

Saya terkaget-kaget waktu membeli galon aqua di warung dekat rumah saya..
" Bu, mau beli aqua galonnya ada?" "Ada, tapi kayanya tinggal satu itu mbak, sama sekarang harganya mahal banget" "Berapa tho bu?" "15.000"
ealah, batinku lha kok mahal bgd ya... air di bak banyak lho padahal ... ckck.

Iya beginilah keadaan saat ini, air yang kelihatannya berlimpah saja 1 galon ( 19 liter) Rp 15.000, itu karena kualitas kebersihan air yang udah jarang ataukah karena memonopoli air bersih padahal sudah jelas-jelas dicantumkan dalam undang-undang (pasal 33 ayat 3 ) yang isinya
“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Ketika saya membatin, perusahaan aqua pasti meraup banyak keuntungan dari hasil menjual air yang dibotolkan tersebut, padahal modal yang dikeluarkan tentunya sedikit karena hanya mengambil dari sumber mata air saja, dan mereka hanya butuh modal sedikit seperti untuk membyar pajak air, retribusi, dll.. Karena saya penasaran saya mencari-cari info tentang perusahaan aqua di google.com, dan ternyata benar mereka meraup banyak sekali keuntungan dari hasil air botolan mereka itu, Nila Ardhianie, Direktur AMRTA Institute for Water Literacy, mencontohkan pendapatan Aqua dari pabriknya di Klaten, Jawa Tengah. Menurut Balai Pengelolaan Pertambangan dan Energi Wilayah Surakarta, saban bulan perusahaan ini hanya membayar pajak air bawah tanah sebesar Rp 3 juta-4 juta. Dalam setahun, pajak air bawah tanah yang dibayar Aqua tak lebih dari Rp 50,5 juta. Sementara retribusi kepada Pemerintah Kabupaten Klaten sebesar Rp 1,17 miliar. Sedangkan retribusi buat dua desa sekitar sumber air dan lokasi pabrik adalah Rp 25 juta dan Rp 334 juta. Total selama tahun 2004, kata Nila, Aqua hanya membayar Rp 1,58 miliar.
Dengan modal sebesar itu, setiap bulannya Aqua mampu menyedot air lebih dari 18 juta liter. Bila dikalkulasikan, dengan harga jual per liter sekitar Rp 2.000, berarti pendapatan dari pabrik di Klaten mencapai Rp 36 miliar. Dari jumlah itu--setelah dikurangi ongkos produksi dan sebagainya--Aqua diperkirakan mampu mengantongi keuntungan minimal sebesar 30% atau sekitar Rp 12 miliar.

Yah, lalu dikemanakan undang2 pasal 33 ayat 3 itu?
apakah yang dimaksudkan itu kita harus mengeluarkan berlembar-lembar uang untuk mendapatkan kesejahteraan berupa air yang kelihatannya berlimpah itu?

  • Share:

You Might Also Like

0 comments